FINDING THE (PERFECT) SOULMATE
- Ayu Tresna

- Jul 21, 2022
- 3 min read
Updated: Dec 30, 2022
Mencari pasangan yang cocok adalah impian hampir semua orang. Saya rasa tidak ada satu orang pun yang menginginkan perpisahan dengan kekasih hati. Di latar belakangi oleh kisah kisah Disney di masa lalu, Cinderella di selamatkan oleh prince charming dari luka hati akibat father abandonment issues. Putri Salju tersembuhkan dari mati surinya hanya dengan satu ciuman dari pangeran dan Putri Aurora yang terbangun dan tersembuhkan dari kutukan dengan ciuman dari cinta sejati.
Melihat bahwa semakin tumbuh kesadaran dari masyarakat di Jakarta khususnya tentang perlunya mempersiapkan diri memasuki perkawinan secara mental adalah sama pentingnya dengan mempersiapkan ritual traditional dari perkawinan itu adalah kabar yang sangat mengembirakan. Bulan lalu The Golden Space Indonesia mengadakan satu acara fenomenal “Affair Of The Heart” yang terdapat 2 pasangan yang ingin memperbaiki diri sebelum memasuki pernikahan. Mereka ingin terhindar dari perselingkuhan di masa lalu. Terdapat pula pasangan yang ingin keluar dari rasa bersalah akibat pasangan berselingkuh dan ingin memperbaiki perkawinan dan juga Ingin menyembuhkan diri dari rasa bersalah akibat berselingkuh.
Kepercayaan yang kita anut dalam mencari pasangan versi orang jawa adalah Bebet, Bibit, Bobot. Bebet, mencari pasangan dengan srata sosial dan ekonomi yang sama atau lebih. Bibit, mencari pasangan dari orang tua yang terpandang (bangsawan, dokter, insinyur, dsb) dan Bobot, pribadi dari orang tersebut, biasanya juga lebih di pilih yang memiliki title tertentu. Dalam keluarga saya, orang tua memiliki kriteria sendiri, yang penting memenuhi 2 dari 3 yang beliau terapkan, Cakep, Pinter, Kaya. Kenapa cakep no 1? Karena konon, papa saya waktu melamar mama modal utamanya adalah kegantengannya yang mirip actor Rock Hudson dan ayah saya merantau dari bali ke Jakarta mengandalkan kepandaian beliau. Jadi, tumbuh sebagai remaja apabila mengenalkan calon pasangan pasti orang tua hanya menanyakan berapa dari kriteria ini yang dipenuhi dari pasangan baru saya tersebut.
Saya rasa hidup saya di masa lalu adalah memenuhi checklist orang tua, yang saya rasa di masa itu memang yang harus dilakukan oleh seorang anak berbakti. Ciri ciri versi anak berbhakti menurut saya adalah lulus sekolah, bekerja di perusahaan besar yang bisa dibanggakan dan menikah. Nah, karena pada masa itu pacar saya selama kuliah menolak menikah, saya berusaha mencari pasangan baru dengan checklist, tentunya termasuk yang diinginkan orang tua. Cakep, Pintar, kaya lalu saya tambahkan lulusan luar negri. Meskipun Mantan saya pada masa itu belum mantap secara finansial, gak papa kan orang tua saya hanya menuntut 2 poin sudah cukup.
Apapun yang kita inginkan dari pasangan kita adalah Mirror atas apa yang kita ingin tingkatkan dalam diri kita. Ekspektasi atas kualitas dari pasangan yang kita inginkan adalah sesuatu yang kita ingin tingkatkan dalam diri kita, jadi kenapa kita tidak mulai dari sekarang meningkatkan kualitas itu? Menginginkan pasangan yang bisa membawa kita ke tingkat yang lebih baik adalah wajar dan manusiawi. Namun membina hubungan didasarkan atas rasa kurang lengkap dari diri kita akan memicu relationship yang tidak seimbang, Unbalance, toxic. Dimana pihak yang selalu memberikan akan menjadi Lelah, merasa took for granted. Pihak yang lebih banyak menerima akan “took for granted” dalam arti perhatian yang diberikan lama lama tidak terasa sebagai suatu yang khusus, melainkan hal yang biasa. Idealnya setiap pasangan masing masing merasa “whole” sehingga bisa dengan tulus membina hubungan kedepan. Saling meningkatkan diri, saling support untuk tumbuh bersama.
Relationship adalah sesuatu yang hidup, harus dipupuk dan dijaga, Seberapa sama pandangan dari tiap pasangan terhadap relationship atau commitment yang dibuat adalah langkah pertama untuk memiliki relationship yang sukses, yang kedua adalah seberapa besar keinginan dari kedua belah pihak untuk menyukseskan perkawinan ini, Tujuan Bersama apa yang ingin di kejar Bersama dan hanya akan dapat tercapai bila dilakukan berdua.
Finding a perfect soulmate is not a transaction or checking your list of expectation. True Love adalah apabila kita dapat merasakan cinta yang overflow dalam diri kita kepada partner kita, dimulai dari diri sendiri. Melepaskan satu persatu atas apa yang akan kita dapatkan dari partner kita adalah melepaskan diri kita dan membiarkan segala sesuatunya terjadi sesuai yang terbaik untuk kita. Do your best, the result is not ours to control.
HUMBLY & HONORED TO SHARE,
Ayu Tresna Ekadewi,
Jakarta, 9 juni 2022





Comments